JAKARTA - Menjelang akhir tahun, industri pusat perbelanjaan di Indonesia mulai bersiap menghadapi salah satu periode paling sibuk dalam kalender bisnis ritel nasional.
Meski tekanan terhadap daya beli masyarakat masih terasa, para pengelola mal tetap optimistis mampu memanfaatkan momentum Natal dan Tahun Baru untuk mendongkrak penjualan sekaligus menutup tahun dengan kinerja positif.
Optimisme ini muncul dari proyeksi peningkatan kinerja yang lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Berbagai strategi telah disiapkan pelaku industri untuk menarik pengunjung dan meningkatkan konsumsi masyarakat di penghujung tahun.
Momentum Akhir Tahun Jadi Harapan Peningkatan Penjualan
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, menyebut bahwa periode Natal dan Tahun Baru merupakan momentum puncak kedua bagi sektor ritel setelah bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Kedua momen besar tersebut menjadi tonggak penting yang biasanya diandalkan untuk mendorong pendapatan ritel sepanjang tahun.
“Natal dan Tahun Baru adalah merupakan momentum terakhir penjualan ritel di Indonesia sebelum menutup tahun,” ungkap Alphonzus.
Para pengelola pusat belanja pun memanfaatkan momen ini dengan berbagai cara, mulai dari menghadirkan dekorasi bernuansa Natal hingga menggelar acara hiburan tematik. Rangkaian kegiatan tersebut tidak hanya ditujukan untuk mempercantik suasana, tetapi juga untuk meningkatkan antusiasme masyarakat agar kembali berkunjung ke mal.
Selain itu, program promosi belanja menjadi senjata utama yang kembali diandalkan. Potongan harga, hadiah langsung, dan program loyalti pelanggan diproyeksikan mampu menggerakkan konsumsi masyarakat yang sempat melambat dalam beberapa bulan terakhir. Dengan strategi ini, industri ritel berharap bisa menutup tahun dengan peningkatan transaksi yang signifikan dibandingkan periode sebelumnya.
Produk Non F&B Tetap Jadi Andalan Menjelang Liburan
Menurut Alphonzus, menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru, produk non-food and beverage (non F&B) masih menjadi kategori yang paling banyak diburu masyarakat. Produk seperti pakaian, aksesori, peralatan rumah tangga, hingga mainan anak biasanya mencatatkan peningkatan penjualan signifikan selama musim liburan.
Namun, saat masa libur panjang tiba, pola konsumsi masyarakat mulai bergeser. Kegiatan berbelanja cenderung beralih ke sektor makanan, minuman, serta hiburan keluarga. “Pada saat libur Natal dan Tahun Baru, masyarakat akan cenderung berbelanja produk makanan dan minuman serta hiburan,” ujar Alphonzus.
Fenomena ini menunjukkan bahwa pusat perbelanjaan tidak hanya menjadi tempat berbelanja, tetapi juga destinasi rekreasi keluarga. Karena itu, pengelola mal kini berupaya menyeimbangkan komposisi antara penyewa produk ritel dan tenant F&B agar pengalaman pengunjung lebih lengkap dan menarik.
Peningkatan Kinerja Tahun Ini Masih Terbatas
Meski diproyeksikan tumbuh lebih baik dibandingkan tahun lalu, kinerja industri pusat perbelanjaan pada 2025 masih menghadapi tantangan besar. Alphonzus memperkirakan pertumbuhan sektor ini hanya akan berada pada kisaran single digit atau peningkatan moderat.
“Pertumbuhan sektor ritel pada tahun 2025 ini sangat dipengaruhi oleh faktor daya beli masyarakat,” jelasnya.
Pelemahan daya beli yang mulai terasa sejak 2024 dinilai belum sepenuhnya pulih. Kondisi ekonomi global yang belum stabil, ditambah dengan tekanan biaya hidup di dalam negeri, turut menahan laju konsumsi masyarakat.
Kelompok kelas menengah bawah menjadi segmen yang paling terdampak. Meskipun tetap berbelanja, mereka cenderung memilih produk dengan harga lebih terjangkau. “Dikarenakan uang yang dipegang oleh masyarakat kelas menengah bawah relatif tidak banyak maka terjadi kecenderungan untuk membeli barang atau produk yang harga satuannya rendah atau murah,” tutur Alphonzus.
Tren ini menjadi sinyal bagi pengelola mal dan pelaku usaha ritel untuk menyesuaikan strategi penjualan. Produk dengan harga ekonomis, promo bundling, serta diskon agresif diyakini akan tetap mendominasi pasar ritel hingga akhir tahun.
Outlook Tahun Depan Masih Penuh Tantangan
Meskipun momentum akhir tahun diharapkan dapat membantu menahan perlambatan, prospek industri pusat perbelanjaan pada 2026 dinilai belum akan sepenuhnya pulih. APPBI memproyeksikan tekanan terhadap sektor ini masih berlanjut seiring dengan ketidakpastian ekonomi nasional dan global.
Salah satu faktor penentunya adalah kemampuan pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dan meningkatkan daya beli masyarakat. Tanpa dorongan signifikan pada sisi konsumsi, pertumbuhan industri ritel akan sulit menembus batas moderat.
Industri pusat perbelanjaan juga dihadapkan pada tantangan transformasi perilaku konsumen yang semakin mengarah ke belanja daring. Meski mal tetap menjadi tempat hiburan dan rekreasi keluarga, pelaku industri perlu terus berinovasi untuk menjaga relevansi dan daya tarik di tengah perubahan tren tersebut.
Namun demikian, Alphonzus tetap optimistis bahwa dengan kolaborasi antara pengelola mal, tenant, dan pemerintah, sektor ini dapat bertahan dan bahkan tumbuh secara bertahap. Strategi promosi yang kreatif, dukungan regulasi yang kondusif, serta upaya meningkatkan pengalaman berbelanja dinilai menjadi kunci untuk menjaga gairah pasar.
Harapan Pemulihan Lewat Inovasi dan Sinergi
Industri pusat perbelanjaan kini dihadapkan pada tuntutan untuk terus beradaptasi terhadap dinamika ekonomi dan preferensi konsumen. Dengan semangat optimisme yang tetap terjaga, para pelaku usaha berharap momentum Natal dan Tahun Baru dapat menjadi titik awal kebangkitan kembali sektor ritel di Indonesia.
Kolaborasi antara pemerintah, asosiasi, dan pelaku usaha diyakini akan membantu menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Meskipun tantangan masih ada, semangat industri untuk terus berkembang menunjukkan bahwa sektor pusat perbelanjaan tetap menjadi bagian penting dalam denyut ekonomi nasional.